Pernah kau bertanya pada senja yang merona.
Mengapa dia biarkan malam diamdiam menyergap
dan menutupnya dengan selubung hitam gelap?
Padahal setelah semua terselimuti, malam pun pergi menjemput pagi.
Karena cinta katanya, dan senja pun berlalu meninggalkanmu yang diam termangu.
Lalu kau bertanya pada daundaun gugur pohon belimbing di taman samping.
Mengapa dia biarkan diri terlepas dari sang induk lalu membusuk menjadi rabuk* ?
Padahal setelah daun terurai, akar menyerapnya dan mengedarkan ke dahandahan tempat dia dulu pernah bertahan.
Karena cinta katanya, dan daundaun gugur itupun mematung mengabaikanmu yang nampak linglung.
Dan sore ini, kau bertanya padaku (lagi)
Mengapa aku rela melepas jubah satriaku dan membiarkan diriku ikut mengembara bersamamu?
Padahal kau hanya seorang sudra, pencinta katakata tanpa harta tanpa tahta.
Karena cinta kataku, seraya menyodorkan secangkir kopi tubruk kesukaanmu.
Kali ini kau mengerti dan tersenyum penuh arti.
Adalah cinta, yang dengan rela mengikuti ke mana arah takdirnya.
(2009)
cat.
*rabuk : pupuk dalam bahasa jawa
tentang penulis :
Eti Puji, penikmat sastra yang mencoba menuangkan isi kepalanya ke dalam kata-kata. Tinggal di Jakarta.