Kamis, 24 Juni 2010

PUISI UNTUK IBU

Seperti yang pernah kusampaikan pada ayah.

"Aku tak pernah mampu membuat puisi untuk ibu.
Setiap huruf kembali meloncat berpencaran dari barisan kata sebelum mengutuh kalimat.
Lalu...bagaimana kupersembahkan sebentuk puisi bila setiap huruf menolak berbaris rapi, ayah?''

Ayah merunduk. Membantuku memunguti kembali huruf-huruf yang sengaja berjatuhan di kakiku. Huruf-huruf itu mengejekku. Namun ayah tetap percaya. Suatu saat huruf-huruf akan menjelma kalimat indah. Membariskan kata demi ibu. Lewat jemari putrinya yang ragu.

Hari ini, setelah ayah pergi...
Huruf-huruf berbaris anggun. Tiada lagi keangkuhan. Mereka membentuk kata, menjelma kalimat, mengutuh, penuh. Hatiku bersorak dalam duka. Ayah tak pernah sempat melihat...

"Ibu...Mungkin kau tak pernah tahu. Betapa hati masih teteskan embun satu satu.
membentuk aliran muara heningmu. Mengkristal dalam keabadian.
Tak ada yang mampu menyelami kedalamannya. Selain hatimu..hatiku
Langit kirimkan cerita tentang senja terakhir. Saat kupeluk tubuh lunglaimu
meninggalkan cahaya kehidupan. Sisakan siluet senyum..mengubah matahari jadi bulan.

Kini kuhanya mampu bersurat. Lewat bumi yang menadah rindu.
Semesta mengirimnya lewat bisik angin petang.Yang kunanti tiap malam.

Tahukah ibu?
Setiap detik ingin kuceritakan lewat puisi. Tentang teman teman-baru yang membuat sunyiku jadi riuh. Atau tentang seseorang, yang mengirimkan puisi kematian.
Mengubah rasa-rasa didada. Sepi..sunyi..senyap
Menggores kelembutan hatiku. Yang terbuat dari hatimu.

Namun bait puisi tak pernah mampu kurangkai. Menjadi siluet sosokmu. Bahkan senyummu yang diam.
Hidup ini lucu ya, ibu ?
Seperti yang pernah kau katakan. Bahwa damai lebih indah dari perang.
Bahwa hidup memang perjuangan. Meski puisi setengah jadi. Namun rinduku menjadi-jadi.

Ingin rasanya kuakhiri puisi ini dengan akhir yang senyum. Bahwa disini aku bahagia.
Berteman puisi, dongeng pagi, siang dan malam.
Demi malam yang menjelang fajar. Dan air terjun dimataku.
Kukirimkan sebentuk kisah. Dan bait bait kata. Didalamnya ada hati yang meranum senyum.
Seperti yang pernah kau ajarkan.
Bacalah dan dekaplah. Agar getirnya hidup menjadi tawa yang sumringah.

Ibu..kata orang diiparasku terukir keayuanmu.
Semoga tak menjadi bencana semesta.
Yang membuatmu menangis disana..."


somewhere, Juni 2010

SAYURI YOSIANA


Untuk bundaku tercinta, ERNA S.
Luv u mam...may u happy in the heaven

Biodata Penyair
Sayuri Yosiana, lahir dan besar di Jakarta, Indonesia. Memiliki hobi membaca, fotografi dan travelling. Menyukai dunia seni, sejarah dan heritage. Karya-karyanya tersebar diberbagai media baik cetak maupun online. Bersama rekannya, Andre Birowo mendirikan dan mengelola situs kesehatan holistik, www.kabarsehat.com. Saat ini masih aktif menulis untuk menyelesaikan proyek pribadi berupa kumpulan cerpen dan novel. Juga sebagai penulis lepas untuk artikel-artikel ringan khusus non fiksi. Segala hal mengenai penyair bisa ditanyakan langsung via email sayuriyosiana@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Selamat bertamasya dan selamat melukiskan sejarah anda di bawah semua tulisan yang tersedia.